30 Januari 2019

Predator Warrior Dimas Dejet, Senior Caster yang Semakin Sibuk di Balik Layar

Kalau spAcer mengikuti skema eSports sejak lama, pasti nama Dimas Dejet sudah tidak asing lagi di telinga kamu. Ia mulai dikenal banyak orang sebagai komentator game atau sekarang lebih sering disebut shoutcaster di berbagai turnamen online maupun LAN, lokal sampai internasional. SpAcer penasaran perjalanan dia dan seperti apa sih aslinya? Tim Acer sudah berhasil menguliknya!

From EO to shoutcaster

Sebelum memulai karirnya sebagai shoutcaster, Dimas awalnya bekerja di sebuah Event Organizer (EO) yang fokus di ranah gaming. Hingga suatu saat, ketika EO-nya hendak membuat acara, ia pun diminta untuk menjadi komentator pada acara yang diselenggarakan oleh kantornya saat itu..

“Waktu itu disuruh coba jadi komentator game, waktu itu belum populer nama shoutcaster di Indonesia. Itu tahun 2013,” cerita pemilik nama lengkap Dimas Surya Rizki ini.

Tidak hanya itu, Dimas Dejet pun sempat menjabat sebagai manajer sebuah tim eSports di Indonesia selama kurang lebih setahun, hingga pada akhirnya ia memutuskan kembali ke dunia komentator game pada 2014. Nah, pada 2014 ini lah, nama komentator game mulai dikenal sebagai shoutcaster.

Selang setahun, Dimas mulai hadir di berbagai turnamen game, sebut saja DOTA 2, Counter-Strike: Global Offensive, Mobile Legends, Arena of Valor, dan lain-lain. Ia juga sempat masuk ke dalam production house, bahkan sempat membangun production house sendiri,  yaitu MGS Production.

Tapi belum cukup sampai di situ, spAcer, pemain DOTA 2 ini pun sempat menjadi content director, streaming director, dan pernah menjadi host di salah satu acara tv. Sempat juga menjadi host di turnamen besar yaitu Indonesia Game Championship 2018 dan Mobile Legends Southeast Asia Championship 2018. Wah, banyak yang sudah dilakoni sama Dimas Dejet, ya!

Jadi caster tidak mudah!

Pada sesi wawancara, Dimas sempat cerita beberapa pengalaman tidak enak ketika dirinya memulai karir sebagai shoutcaster, spAcer. Salah satunya banyak banget yang mengejek saat pertandingan. Tapi Dimas memakluminya, karena pada saat itu (tahun 2014) di Indonesia belum ada komentator game dengan bahasa Indonesia.

Pengalaman pahit lainnya adalah ketika ia pernah menjadi komentator game selama dua hari di sebuah acara dan hanya dibayar dengan nasi bungkus dan ucapan terima kasih saja. Wah, ini sih antara sedih dan tidak sedih, spAcer!

Karena beratnya perjuangan menjadi shoutcaster seperti itulah, Dimas Dejet kasih tips untuk para shoutcaster baru yang ingin merintis di dunia shoutcasting berdasarkan pengalamannya selama ini.

”Tips paling penting sih niat dan jangan coba-coba. Kalau pengen bagus di satu hal jangan coba-coba. Tekunin sampai selesai, sampai ketemu “oh kayaknya nggak bisa” baru deh kamu boleh berhenti.”

Memperbanyak jam terbang, menurutnya, bisa menjadi shoutcaster yang baik dan banyak dipercaya oleh event organizer. Seperti yang pernah ia lakukan dahulu, yaitu dalam satu hari membawakan acara game di dua tempat berbeda.

Melihat perkembangan dunia shoutcaster saat ini di Indonesia, Dimas mengaku senang. Pasalnya, seiring berjalannya waktu dan majunya eSports, semakin banyak shoutcaster baru yang muncul, meski masih setengah-setengah serta bisa menggantikan para senior yang sudah tidak aktif lagi.

“Jadi nggak lagi perlu membelah badan untuk acara yang berbeda dalam satu hari yang sama,” tukas cowok yang dipanggil ‘Dejet’ karena dari penonton setianya.



Suka Dance dan K-Pop!

Saat ngobrol dengan tim Acer, Dimas menceritakan hal-hal yang banyak orang tidak tahu tentang dirinya lho, spAcer. Seperti kalau dia itu tidak sesombong seperti apa yang banyak orang bilang selama ini, karena menurutnya mungkin penilaian dari gaya pembawaan saja.

Ia juga termasuk orang yang perfectionist dan penyabar, karena semenjak Dimas dikaruniai anak pertama,membuat dirinya harus bangun tengah malam untuk mengganti popok. Contoh ayah yang baik, nih!

Selain itu, percaya tidak percaya, nih, Dimas Dijet ternyata suka nge-dance dan musik K-Pop!, “Kalau nge-dance itu pribadi, emang suka aja. Suka (lagu) Korea tapi nggak suka nonton dramanya, cuma suka musiknya aja, udah.”

Kata Dimas tentang Predator

Nah, dengan segala pengalaman di dunia eSports membuat Dimas Dejet terpilih menjadi Brand Ambassador Predator Warrior sebagai Tactical Caster. Meski tentu saja mengaku senang bergabung jadi keluarga Predator, namun awalnya ia sempat kaget dan tidak percaya dengan penawaran ini.

Sedangkan soal produk Acer yang disukai Dimas saat ini adalah Predator Helios 300 dan Swift 3. Menurutnya, produk gaming terbaik untuknya adalah Helios 300, sedangkan Swift 3, laptop tersebut enak untuk lifestyle, kerja atau ketemu klien karena desainnya yang elegan dan powerful.

Main game 10 jam

Berbicara game, apa game yang lagi digelutinya saat ini? Ternyata sports game FIFA 2019 dan NBA 2019 yang baru dirilis beberapa waktu lalu. Dimas juga suka main game MMO seperti Assassin Creed dan Shadow of War. Sedangkan untuk games kompetitif, ia  fokus di dua game ternama saat ini, DOTA 2 dan CS:GO.

Untuk waktu main game, hanya menyempatkan waktu kurang lebih 3-4 jam untuk streaming. Itu pun ia lakukan setelah semua pekerjaan di kantor dan mengurus anaknya selesai. Sementara untuk weekend, dirinya bisa menghabiskan waktu 8 – 10 jam sehari. Ngaku deh, spAcer ada yang main selama ini nggak?

Oh iya, kalau seandainya menjadi karakter game, ternyata ia ingin jadi superhero Tony Stark yang punya segalanya, kuat dan kaya. Hmm...spAcer juga pasti mau!

Harapan untuk eSport Indonesia

“ESports di Indonesia sekarang makin ngeri, makin besar, dibandingkan dengan dulu. Terus sekarang juga hadiahnya sudah cash money,” ungkap Dimas.

“Dari segi event, industri eSports di Indonesia pun semakin maju, karena semua orang dibalik layarnya tuh pengen bikin semua penikmat eSports di Indonesia ngerasain apa yang dirasa sama orang di luar negeri” lanjutnya.

Dimas juga menilai, di antara negara di Asia Tenggara, Indonesia merupakan salah satu yang tertinggal dari segi cara menghandle event, deliver event, dan konsep event.

“Bukan jelek, tapi kurang bagus. Ada beberapa event di Indonesia yang bagus, tapi ada juga yang masih belum memenuhi ekspektasi kita sebagai penikmat maupun penggerak eSports di Indonesia.”

Melihat fakta tersebut, ia mengharapkan ke depannya memerhatikan hospitality pemain, yang jauh lebih penting daripada bayaran. Hal ini ia ungkapkan untuk para EO yang terkadang tidak memperdulikan pemain yang bermain di event mereka setelah selesai.

“Di luar negeri itu hosplitality sangat penting banget, karena kalau nggak, mereka akan takut. Kalau hospitality mereka nggak bagus, player dan juga talent, maupun orang yang bekerja di depan layarnya nanti akan menjelek-jelekan mereka” tutur cowok yang punya pengalaman sebagai EO ini.

Yang satu ini memang masuk akal, pasalnya, saat ini kekuatan media sosial amat kuat. Jadi, kalau pemain, talent, atau shoutcaster kecewa dengan EO-nya, lalu posting keresahan itu di media sosial, otomatis nama EO tersebut tercoreng.

Sekarang sudah kenal lebih dekat sosok di balik suara streaming game DOTA 2 yang sering kamu dengar, kan? Kalau masih penasaran dengan Dimas Dejet, follow akun Instagramnya di @dejettttt. Ingat, ‘T’-nya 5 ya, spAcer!

Baca juga: Predator Warrior Melondoto, Caster Pro dengan Misi Membangun ESports Indonesia

Bagikan Artikel

Artikel Lainnya