26 Oktober 2022

Meninjau Perekonomian Indonesia 2021 dan Pengaruhnya Pada Bisnis

Perekonomian Indonesia menjadi salah satu aspek dampak dari pandemi Covid-19 yang melanda dunia. Adanya kebijakan pembatasan wilayah yang memengaruhi aktivitas jual-beli, membuat pertumbuhan ekonomi ke arah negatif. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Triwulan II tahun 2020 sebesar -5,32%, angka yang menjadikan pertumbuhan berada di titik terendah dalam satu tahun.

Lalu, pada Triwulan III tahun 2020, ada indikator pemulihan ekonomi 2021 yang dilihat dari membaiknya pertumbuhan pada Triwulan III tahun 2020, yaitu sebesar -3,4%. Sementara itu, perkembangan Triwulan III tahun 2020 memang masih negatif, tapi sudah menunjukkan adanya rebound perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa kondisi ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan beberapa negara lain, seperti Jerman, Singapura, Filipina, Spanyol, dan Meksiko yang rata-rata mengalami kontraksi rata-rata di -4%.

Lalu, bagaimana proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021? Apa pengaruhnya pada bisnis secara keseluruhan? Mari simak lebih lanjut melalui artikel ini.

Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi

Salah satu hal menarik dari pemulihan ekonomi Indonesia pada 2021 adalah pola konsumsi masyarakat yang bergeser, dari kebutuhan leisure (travel dan kuliner) ke barang-barang tahan lama piranti rumah tangga atau kebutuhan belajar dan bekerja online. Ini menjadi bukti aktivitas industri di Tanah Air terus melaju dan berangsur-angsur rebound.

Konsumsi yang meningkat mendorong industri mulai berproduksi kembali. Sektor utama seperti manufaktur, perdagangan, dan pertambangan mulai pulih. Sementara, sektor pertanian, komunikasi informasi, dan jasa terus tumbuh positif.

Adapun sektor yang semakin dilirik di masa pandemi ini adalah yang berkaitan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) atau ekonomi berkelanjutan. Dari 10 sektor dalam SDGs, enam di antaranya mendapat lonjakan investasi yang signifikan, antara lain infrastruktur, mitigasi perubahan iklim, pertanian, kesehatan, telekomunikasi, dan ekosistem-biodiversitas. Enam sektor ini akan menjadi primadona hingga tahun depan, selagi menantikan keberhasilan vaksinasi untuk pemulihan ekonomi, investasi, dan perdagangan global.

Dalam perkembangannya, ada beberapa indikator yang menjadi penguat pemulihan ekonomi 2021. Berikut di antaranya:

1. PMI Manufaktur

Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Mei 2021 berhasil mencapai level 55,3, naik dari posisi 54,6 pada April 2021. Pencapaian PMI  ini dipicu oleh peningkatan permintaan baru dan pengeluaran produksi (output). Ke depannya, indikator ini berpotensi semakin tinggi, karena optimisme bahwa produksi akan terus menguat dan semakin solid di dalam negeri.

Bahkan, angka PMI Indonesia pada Mei 2021 berada di atas PMI manufaktur ASEAN yang berada di level 51,8. Di tingkat regional ini, PMI manufaktur Indonesia mengungguli Vietnam (53,1), Malaysia (51,3), Singapura (51,7), Filipina (49,9), dan Thailand (47,8).

2. Indeks Penjualan Riil

Setelah lebih dari satu tahun beradaptasi di masa pandemi, penjualan ritel di Tanah Air mampu mencetak kinerja positif pada April 2021. Dari data Bank Indonesia (BI), Indeks Penjualan Riil (IPR) pada April 2021 berada di 220,4, atau naik 17,3 persen dibandingkan bulan sebelumnya (month-month/mtm) dan 15,6 persen dari April 2020 (year-on-year/yoy). Angka ini merupakan perkembangan positif pertama setelah pertumbuhan negatif selama 16 bulan berturut-turut yang disebabkan menurunnya permintaan akibat pandemi.

3. Ekspor

Indikator penguat pemulihan ekonomi 2021 lainnya adalah kinerja ekspor Indonesia yang semakin kuat. Badan Pusat Statistik (BPS)  mencatat bahwa neraca perdagangan Indonesia pada April 2021 mengalami surplus US$2,19 miliar atau Rp31,3 triliun (kurs Rp14.300/US$). Nilai surplus neraca perdagangan April ini merupakan yang tertinggi sepanjang 2021. Peningkatan ini didorong oleh permintaan komoditas nonmigas, terutama lemak dan minyak hewan/nabati, serta bahan bakar mineral.

Baca juga Menentukan Market Size untuk Keuntungan Bisnis Lebih Tepat dan Terarah

Pergeseran Ekonomi 2021 dan Pengaruhnya pada Bisnis

Di masa pandemi, tren bisnis dan arah usaha pun berubah, ini juga berkaitan dengan pergeseran konsumsi di masyarakat. Bangkitnya perekonomian Indonesia tidak terlepas dari kesediaan para pebisnis yang melakukan transformasi digital, untuk membantu usaha mereka beradaptasi. Hal ini memungkinkan sektor bisnis yang tertinggal sebelumnya, kini malah melaju ke arah yang lebih baik.

Contohnya bisnis restoran. Biasanya pengunjung melihat menu dari buku yang tebal dan pesan melalui pelayan. Saat ini, hampir seluruh restoran sudah menyiapkan QR Code sebagai pengganti buku menu dan bisa langsung dipesan. Bahkan, proses billing pun sudah tersedia di dalam sistem. Selain menghindari penyebaran virus, pergeseran ini menjadi langkah transformasi digital.

Selain itu, UMKM bidang kuliner atau jasa juga beradaptasi dengan kemajuan tersebut, dibuktikan dengan menjamurnya layanan pesan antar atau home service, di mana prosesnya melibatkan teknologi.

Sementara pada skala yang lebih besar, semenjak Work From Home (WFH), sebagian besar perusahaan menggunakan berbagai produk Information and Communication Technology (ICT). Misalnya, penggunaan virtual meeting dan webinar, hingga penggunaan cloud untuk membantu kinerja operasional tetap optimal.

Dalam situasi seperti ini, dunia usaha sangat membutuhkan peran perusahaan teknologi sebagai digital enabler mampu memberikan solusi terbaik sesuai dengan tantangan yang dihadapi perusahaan.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia telah mengalokasikan anggaran penanganan Covid-19 dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Realisasi program di sepanjang semester I-2021 ini yaitu sebesar Rp 252,3 triliun. Angka tersebut baru mencapai 36,1% dari yang ditetapkan sebesar Rp 699,43 triliun.

Salah satu misi dalam memulihkan perekonomian ini juga yaitu menjaga daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah. Selain itu, ada juga dukungan kepada UMKM dan pembiayaan perusahaan serta insentif yang diharapkan jadi stimulus akan membantu menjaga kelangsungan bisnis selama pandemi.

Pada akhir 2020, Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Cipta Kerja yang mempermudah kegiatan bisnis, sekaligus sebagai jembatan antara program mitigasi Covid-19 dan reformasi struktural jangka panjang. Salah satu realisasinya adalah proses perizinan usaha akan dilakukan melalui sistem Online Single Submission (OSS) yang direncanakan pada Juli 2021.

Ada dua skenario yang harus siap dihadapi para pebisnis pada 2021 yang mesti menjadi landasan bagi korporasi nasional dalam menentukan langkah bisnis. Pertama, skenario optimistis dengan indikator vaksinasi berhasil dan kurva penyebaran Covid-19 semakin melandai. Tentu ini jadi proses pemulihan kesehatan dan ekonomi.

Baca juga:  Memahami Karakteristik Utama yang Harus Dimiliki Perusahaan Manufaktur

Skenario kedua adalah jika yang terjadi sebaliknya, yaitu skenario pesimistis dengan indikator penyebaran virus melonjak hingga akhir tahun, distribusi vaksin lambat, level of confidence masyarakat tidak pulih, dan kebijakan stimulus pemerintah tidak efektif.

Jika skenario ini terjadi, pelaku usaha tetap didorong untuk melakukan ekspansi pada 2021, Seiring dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Upaya mendorong ekspansi tersebut, ada sejumlah peluang yang bisa dioptimalkan oleh pebisnis dalam negeri, seperti memanfaatkan sumber daya alam (SDA) pada pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan.

Perekonomian Indonesia 2021 bergantung kepada pemulihan krisis kesehatan, yang menjadi penting sebelum pemulihan ekonomi. Hal ini dikarenakan hampir 60% pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Tanpa adanya pemulihan kesehatan, pemulihan akan terhambat dan berdampak pada konsumsi masyarakat.

Dibutuhkan tiga hal untuk membangkitkan perekonomian dan bisnis di Indonesia, yaitu percepatan vaksinasi oleh pemerintah, menumbuhkan UMKM, dan bantuan sosial. Dengan begitu daya beli masyarakat bisa meningkat dan ekonomi bisa bergerak, sehingga produksi industri bisa kembali menggeliat.

Bagikan Artikel

Artikel Lainnya